Cinta Lebih Ampuh untuk Tangkal Intoleransi

MENTERI Agama RI Nasaruddin Umar mengajak seluruh masyarakat dan dunia pendidikan untuk membumikan konsep Kurikulum Berbasis Cinta sebagai jawaban atas tantangan intoleransi, krisis kemanusiaan, dan kerusakan lingkungan.

Menurutnya, rasa cinta kepada Tuhan, sesama manusia, hewan, tumbuhan, dan alam semesta jauh lebih ampuh dalam mengubah perilaku masyarakat ketimbang sekadar aturan tertulis.

Lima Asas Utama Kurikulum Cinta

Dalam acara Koordinasi Finalisasi Naskah Kurikulum Berbasis Cinta Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yang digelar Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Ditjen Pendidikan Islam di Jakarta, Selasa (12/8/2025), Menag memaparkan lima pilar utama kurikulum ini:

  1. Cinta kepada Tuhan – fondasi bagi tumbuhnya segala bentuk cinta lainnya.
  2. Cinta kepada sesama manusia – menjaga, menghargai, dan menguatkan solidaritas kemanusiaan.
  3. Cinta kepada hewan – merawat dan tidak merusak makhluk hidup lain.
  4. Cinta kepada tumbuhan – memelihara sumber kehidupan yang memberi oksigen dan pangan.
  5. Cinta kepada alam semesta – menjaga keseimbangan ekosistem yang saling bergantung.

“Cinta kepada Tuhan akan menjadi fondasi kuat untuk menumbuhkan cinta pada manusia, hewan, tumbuhan, dan seluruh ciptaan-Nya,” tegas Menag.

Cinta, Bukan Kebencian

Menag mengkritisi praktik pembelajaran agama yang justru menanamkan kebencian terhadap pihak berbeda.

“Mengajarkan kebencian bukan mengajarkan agama. Kita ingin generasi tumbuh dalam lingkup saling percaya satu sama lain,” ujarnya.

Ia menegaskan, regulasi formal seperti undang-undang memang penting, tetapi tidak cukup untuk mengubah perilaku masyarakat. Perubahan hanya akan terjadi jika sistem etika dan teologi masyarakat ikut dibenahi.

Ekoteologi: Menyatukan Manusia dan Alam

Menag juga memperkenalkan konsep ekoteologi, yakni keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam.

“Kalau ini sudah disetarakan, kita tidak melihat orang lain sebagai orang lain, tapi sebagai diri kita sendiri. Bahkan alam semesta pun bagian dari diri kita,” tutur Nasaruddin.

Ia mengingatkan bahwa kerusakan alam bisa menjadi ancaman besar bagi umat manusia. “Kalau alam ini tidak damai dengan kita, kiamat akan datang lebih awal. Krisis kemanusiaan dan krisis lingkungan harus diatasi bersama,” katanya.

Dukungan dari PIKI

Pandangan Menag ini mendapat dukungan penuh dari Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) yang hadir dalam audiensi di Masjid Istiqlal, Kamis (14/8/2025).
Ketua Umum PIKI Badikenita Sitepu menilai gagasan Kurikulum Cinta sangat relevan untuk memperkuat toleransi lintas iman.

“Keutuhan dan keharmonisan bangsa harus menjadi tujuan utama. Dialog dan kerja sama berkelanjutan adalah jalan terbaik menumbuhkan rasa saling percaya,” kata Badikenita.

PIKI, lanjutnya, telah menjalin kolaborasi dengan berbagai organisasi cendekiawan lintas agama demi memperkuat nilai-nilai kemanusiaan di atas sekat mayoritas-minoritas.

Kurikulum yang Menggugah

Di akhir sambutannya, Menag menekankan pentingnya mengemas konsep cinta menjadi kurikulum yang menarik, aplikatif, dan memotivasi mahasiswa untuk belajar.

“Konsep cinta harus disajikan secara cakap dalam kurikulum, sehingga mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan motivasi belajar,” pungkasnya.

Dengan pendekatan ini, Kementerian Agama berharap lahir generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga kaya empati, toleransi, dan kepedulian terhadap alam.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Jalin Kerjasama

GemaMerahPutih.com terbuka untuk kolaborasi dan kerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat maupun lembaga. Silahkan hubungi kami:

Jenis Kerjasama

Form Pengaduan

Silahkan tuliskan pengaduan Anda di dalam form berikut: