Si-Rukun: ‘Sirine Bahaya’ Kerukunan ala Kemenag

DI SEBUAH aula Kementerian Agama, Senin (29/9/2025), Menteri Agama Nasaruddin Umar berbicara dengan nada serius. “Ada tiga hal yang perlu dideteksi. Yang pertama adalah gejala-gejala munculnya potensi konflik. Yang kedua, ketika muncul konflik. Dan yang ketiga adalah konflik itu sendiri,” katanya tegas.

Hari itu, Kementerian Agama meluncurkan Early Warning System (EWS) Si-Rukun, sistem deteksi dini berbasis web yang bisa diakses melalui laman resmi PKUB.

Aplikasi ini disiapkan sebagai “sirine bahaya” untuk mengantisipasi konflik sosial berdimensi keagamaan, sebuah instrumen vital yang oleh Menag diibaratkan setara dengan alat deteksi tsunami.

“Potensi konflik bisa datang secepat gelombang tsunami. Sulit diprediksi, tapi begitu muncul, dampaknya langsung terasa. Karena itu semua pejabat terkait harus siaga 24 jam. Telepon jangan pernah dimatikan,” sambungnya.

Dari Lapangan ke Dashboard Nasional

Sekretaris Jenderal Kemenag, Kamaruddin Amin, menjelaskan bahwa sistem ini bukan sekadar gimmick digital. Data yang ditampilkan bersumber langsung dari lapangan, dihimpun oleh para penyuluh, penghulu, hingga jajaran Kemenag di seluruh Indonesia.

Sedikitnya 500 penyuluh telah dilatih khusus untuk mengoperasikan sistem ini, terutama di daerah rawan konflik. “Kondisi sosial dan kebangsaan sangat dinamis, tidak pernah statis. Karena itu penelitian dan pemetaan potensi konflik harus terus diperbarui,” ujar Kamaruddin.

EWS Si-Rukun menghasilkan output yang rapi: skor potensi konflik, tingkat respon, peta daerah rawan, rekomendasi kebijakan, hingga laporan frekuensi kasus. Semua itu dilengkapi dengan mekanisme eskalasi yang bisa menjadi alarm bagi pemerintah jika sebuah potensi konflik mulai membesar.

Tidak Hanya Soal Agama

Menag menekankan bahwa Si-Rukun tidak boleh dibatasi hanya pada konflik keagamaan. “Hari ini jangan hanya tentang agama. Konflik pribadi bisa berkembang jadi konflik etnik, konflik antaragama, bahkan konflik sosial yang lebih luas,” ujarnya.

Pesan ini penting, sebab wajah konflik di Indonesia kerap berlapis. Dari urusan pribadi bisa menjalar ke soal identitas. Dari perdebatan lokal bisa bermuara pada gejolak nasional.

Grand Design Kerukunan

Untuk memastikan sistem berjalan konsisten, Kemenag menyiapkan strategi jangka panjang: dukungan regulasi, penyusunan grand design, bimbingan teknis, serta pemeliharaan aplikasi yang dikerjakan bersama Pusat Data dan Informasi.

Tak hanya Dirjen Bimas Islam yang hadir, melainkan juga perwakilan Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, serta Kepala Badan Moderasi Beragama. Kehadiran mereka seolah menegaskan bahwa kerukunan bukan monopoli satu agama, melainkan kepentingan seluruh bangsa.

Tugas Berat di Tengah Dinamika

EWS Si-Rukun lahir di tengah situasi global yang penuh turbulensi. Konflik sosial, polarisasi politik, hingga banjir misinformasi di media sosial membuat Indonesia tidak imun terhadap potensi krisis.

Dengan sistem ini, Kemenag ingin memastikan konflik tidak berkembang tanpa kendali. Sama seperti detektor tsunami yang memberi waktu evakuasi, Si-Rukun diharapkan memberi ruang bagi bangsa untuk meredam bara sebelum berubah menjadi api besar.

“Kerukunan bukan hadiah yang turun dari langit. Ia harus terus dijaga dengan deteksi, kesiagaan, dan dialog,” ujar Menag.

Sebuah pesan sederhana, tapi dengan makna yang panjang: bahwa perdamaian hanya bisa bertahan jika setiap potensi retaknya mampu diantisipasi sejak dini.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Jalin Kerjasama

GemaMerahPutih.com terbuka untuk kolaborasi dan kerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat maupun lembaga. Silahkan hubungi kami:

Jenis Kerjasama

Form Pengaduan

Silahkan tuliskan pengaduan Anda di dalam form berikut: