SUASANA Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025), mendadak meriah. Ribuan orang memadati halaman pesantren tertua di tanah Bugis itu.
Hari itu, sejarah baru ditorehkan. Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) untuk pertama kalinya digelar di level internasional.
Mengusung tema Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian, ajang ini menghadirkan 798 santri dari seluruh Indonesia, ditambah 20 peserta dari tujuh negara ASEAN. Thailand dan Filipina ikut hadir sebagai pengamat.
Agama Menjawab Krisis Global
Menteri Agama Nasaruddin Umar, dalam sambutannya, menekankan urgensi agama hadir dalam menjawab tantangan zaman. Ia membandingkan dampak perang dan perubahan iklim.
“Kalau perang setiap tahun menewaskan sekitar 67 ribu orang, maka dampak perubahan iklim jauh lebih besar, mencapai empat juta jiwa. Angka ini seharusnya membuat kita lebih waspada,” ucapnya.
Menurutnya, kerusakan lingkungan tak lepas dari abainya manusia terhadap alam. Karena itu, ia mendorong lahirnya kesadaran baru yaitu ekoteologi, kesadaran yang menghubungkan manusia, alam, dan Tuhan.
“Pesantren harus menjadi pusat perdamaian. Islam Indonesia ingin dikenal dunia sebagai Islam yang ramah, bersahabat, dan menghargai budaya,” lanjutnya.
Lebih dari Sekadar Lomba Kitab Kuning
MQK selama ini dikenal sebagai ajang perlombaan membaca kitab kuning. Namun tahun ini, seperti ditegaskan Dirjen Pendidikan Islam Amien Suyitno, ada tiga terobosan penting:
1. Melibatkan peserta lintas negara.
2. Seluruh proses seleksi hingga penilaian berbasis digital.
3. Diselenggarakan di Indonesia Timur, menandai desentralisasi kegiatan.
Inovasi ini menandai MQK bukan sekadar kontestasi, melainkan sarana diplomasi budaya.
Dari Harun al-Rasyid ke Generasi Pesantren
Dalam tausiyahnya, Menag mengingatkan kejayaan Islam pada masa Khalifah Harun al-Rasyid. Dari Baghdad, lahir cendekiawan besar seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd.
“MQK harus melahirkan kembali generasi ulama dan intelektual yang bukan hanya mahir membaca kitab, tetapi juga mampu merespons tantangan zaman—dari perdamaian hingga kelestarian lingkungan,” ujarnya.
Pesta Budaya, Pesan Perdamaian
Acara pembukaan juga ditandai dengan penanaman pohon—simbol komitmen ekoteologi yang digaungkan. Hadir dalam kesempatan itu Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Bupati Wajo Andi Rosman, Wakil Gubernur Maluku Utara Sarbin Sehe, serta para ulama lintas negara.
Tak berhenti di perlombaan, MQK Internasional 2025 digelar sebagai festival pesantren. Ada Expo Kemandirian Pesantren, kegiatan Pramuka Santri, Halaqah Internasional, hingga Gerakan Ekoteologi. Malam harinya, Night Inspiration menghadirkan musisi nasional, sementara Fajar Inspiration mengetengahkan dialog lintas iman selepas Subuh berjemaah.
Pesan dari Wajo
Dari bumi Bugis, pesan itu bergema: agama, ilmu, budaya, dan alam tak bisa dipisahkan. MQK Internasional 2025 bukan hanya arena lomba kitab kuning, tetapi juga tonggak lahirnya diplomasi perdamaian berbasis pesantren.
Seperti ditutup Menag, “Saatnya pesantren bicara pada dunia: Islam Indonesia hadir dengan wajah damai, toleran, dan peduli lingkungan.”