Rektor UIN SUKA Tawarkan Paradigma Baru Toleransi dalam Forum Akademik Internasional di Jerman

Nama Prof. Noorhaidi Hasan kembali mengemuka dalam forum akademik internasional. Rektor UIN Sunan Kalijaga (SUKA) Yogyakarta itu menjadi salah satu pembicara utama dalam konferensi internasional bertajuk The Role of Islam and Christianity in the Public Sphere: Perspectives from Indonesia and Germany yang digelar di University of Münster, Jerman, 26–28 September 2025.

Di hadapan puluhan akademisi, peneliti, dan mahasiswa dari berbagai negara, Noorhaidi memaparkan gagasan segar soal arah baru toleransi beragama di Indonesia. Dalam makalahnya, Reframing Religious Tolerance in Indonesia: From Passive Tolerance to Equal Citizenship, ia menawarkan pergeseran paradigma dari toleransi pasif menuju kewargaan setara (equal citizenship).

“Toleransi tidak cukup berhenti pada saling membiarkan. Ia harus diwujudkan dalam bentuk pengakuan atas kesetaraan sipil, di mana setiap kelompok agama memiliki hak dan partisipasi penuh dalam kehidupan berbangsa,” ujarnya.

Menjembatani Dua Dunia

Konferensi Münster mempertemukan dua konteks berbeda: Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia dengan tradisi plural, dan Jerman yang sarat sejarah Reformasi Protestan namun kini menghadapi sekularisasi serta arus migrasi.

Meski berbeda, keduanya menghadapi tantangan serupa: bagaimana agama hadir secara konstruktif di ruang publik yang makin plural. “Konferensi ini berusaha membangun jembatan akademik antara pengalaman Indonesia dan Jerman,” kata Noorhaidi.

Selama tiga hari, forum itu menggelar tujuh panel tematik:

  • Peran agama di ruang publik,
  • Agama dan demokrasi,
  • Isu lingkungan dan ekoteologi,
  • Agama dan gender,
  • Pendidikan agama,
  • Pendekatan hermeneutik Alkitab dan Al-Qur’an,
  • Hingga dinamika hubungan antaragama di masyarakat sipil.

Tema-tema itu menggambarkan upaya serius untuk menempatkan agama sebagai sumber solusi sosial–lingkungan, bukan sumber konflik.

Laboratorium Toleransi

Dalam forum tersebut juga lahir rencana pembentukan Germany-Indonesia Consortium for Muslim-Christian Relations (GIC), wadah kerja sama permanen antara lembaga akademik dan non-akademik di kedua negara. GIC diharapkan memperkuat dialog lintas agama yang berkelanjutan.

Kehadiran Noorhaidi di forum ini sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai “laboratorium toleransi”.

Dengan pengalaman panjang mengelola keberagaman, Indonesia bisa menawarkan model koeksistensi damai yang relevan bagi dunia.

Gagasannya tentang equal citizenship pun dipandang sebagai tawaran penting dalam merumuskan ulang kebijakan toleransi—dari sekadar membiarkan perbedaan menuju penghormatan penuh pada kesetaraan hak.

Sebuah wacana yang tidak hanya lahir dari ruang akademik, tetapi juga dari denyut nadi masyarakat plural di Nusantara.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Jalin Kerjasama

GemaMerahPutih.com terbuka untuk kolaborasi dan kerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat maupun lembaga. Silahkan hubungi kami:

Jenis Kerjasama

Form Pengaduan

Silahkan tuliskan pengaduan Anda di dalam form berikut: