Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, TB Ace Hasan Syadzily menegaskan bahwa resiliensi komunitas merupakan fondasi utama dalam memperkuat ketahanan nasional dan mencegah berkembangnya ekstremisme kekerasan. Hal itu disampaikan dalam workshop bertema “Resiliensi Komunitas & Ketahanan Nasional: Mempromosikan Perdamaian dan Toleransi melalui Kontra Narasi terhadap Ekstremisme Kekerasan dalam Konteks Global” yang digelar di Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Acara ini merupakan hasil kolaborasi Center for Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) Indonesia–Timor Leste, serta menghadirkan para pemangku kepentingan lintas negara. Turut hadir anggota Parlemen Jerman Partai CDU, Nicolas Zippelius dan Catarina dos Santos-Wintz, Rektor UIN Jakarta Prof. Asep Saefudin Jahar, serta kalangan akademisi, tokoh agama, dan masyarakat sipil.
Empat Konsensus Kebangsaan sebagai Landasan Kontra Narasi
Dalam paparannya, Gubernur Lemhannas menekankan pentingnya kontra narasi terhadap ekstremisme kekerasan yang berakar pada nilai-nilai empat konsensus kebangsaan: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Kontra narasi terhadap ekstremisme kekerasan harus berbasis pada nilai-nilai moral religius, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial dalam bingkai kemajemukan bangsa,” ujar Gubernur Lemhannas.
Ia menegaskan, nilai-nilai tersebut bukan hanya menjadi perekat bangsa, tetapi juga modal strategis bagi Indonesia dalam berkontribusi bagi perdamaian dunia.
“Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan negara muslim yang demokratis, Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk mempromosikan toleransi, moderasi, dan perdamaian melalui pendekatan komunitas yang inklusif,” imbuhnya.
Kampus Sebagai Laboratorium Toleransi
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Asep Saefudin Jahar, menegaskan bahwa perguruan tinggi harus menjadi pusat pengembangan narasi damai dan laboratorium toleransi.
“Kampus harus menjadi laboratorium toleransi dan pusat pengembangan kontra narasi berbasis ilmu pengetahuan dan nilai agama yang rahmatan lil alamin,” ujarnya.
Ia menambahkan, penting bagi generasi muda untuk dibekali dengan wawasan kebangsaan agar mampu menjadi aktor perdamaian di era digital yang sarat disinformasi.
Model Indonesia Jadi Inspirasi Global
Sementara itu, anggota Parlemen Jerman Nicolas Zippelius mengapresiasi pendekatan Indonesia dalam menangkal radikalisme berbasis penguatan komunitas.
“Model Indonesia yang mengedepankan dialog antaragama dan resiliensi sosial bisa menjadi inspirasi bagi Eropa, yang juga menghadapi tantangan serupa,” tuturnya.
Langkah Konkret: Kurikulum dan Kolaborasi Digital
Workshop ini menghasilkan beberapa rekomendasi strategis, antara lain:
- Penguatan kurikulum pendidikan toleransi di sekolah dan kampus.
- Pengembangan media digital berbasis nilai Pancasila untuk melawan disinformasi ekstremis.
- Peningkatan kolaborasi lintas sektor dalam membangun jaringan kontra narasi di tingkat lokal.
Kegiatan ditutup dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara CSRC UIN Jakarta dan KAS untuk melanjutkan program 2026, termasuk pelatihan pemuda dalam membangun narasi perdamaian di media sosial.
Workshop ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah Indonesia memperkuat ketahanan nasional di tengah ancaman ideologi transnasional, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai aktor penting perdamaian dunia.
 
								 
															



 
															