PAGI ITU, Rabu, 23 Juli 2025, ruang pertemuan Hotel Aqila yang terletak di jalur utama Km. 09, Nipah-Nipah, Penajam Paser Utara, tampak ramai. Para tokoh agama, pejabat daerah, dan pengurus organisasi keagamaan dari berbagai latar belakang duduk dalam satu ruangan. Tak sekadar menghadiri, mereka berkumpul dalam satu semangat yaitu merawat kerukunan.
Sosialisasi bertajuk Peningkatan Moderasi Beragama untuk Memperkuat Persatuan dan Kesatuan dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu dibuka langsung oleh Sekretaris Daerah Kabupaten PPU, Tohar. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa di tengah keberagaman suku, budaya, dan keyakinan yang dimiliki Indonesia, keharmonisan antarumat beragama bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba, melainkan hasil dari kerja kolektif yang harus terus diperjuangkan.
“Istilah moderasi beragama mari kita maknai secara proporsional,” ujar Tohar. “Intinya adalah keseimbangan: bagaimana kita menjalankan ajaran agama secara sungguh-sungguh tanpa kehilangan rasa hormat terhadap penganut agama lain.”
Baginya, perbedaan bukan sumber konflik, melainkan energi kebangsaan yang seharusnya dirawat bersama. Tak cukup hanya lewat wacana, Tohar juga mendorong agar nilai-nilai keagamaan benar-benar dihayati dan dipraktikkan dalam kehidupan sosial. “Mudah-mudahan kegiatan ini menjadi wasilah bagi kita semua, penghubung spiritual sekaligus referensi praktis, untuk memaknai keberagamaan dalam dunia empirik,” tambahnya, dikutip dari rilis Diskominfo PPU.
Kegiatan ini dihelat oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Kalimantan Timur, menghadirkan sejumlah nama penting. Di antaranya Tri Atmaji (Pelaksana Tugas Kabid Ketahanan Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, dan Ormas), Ahmad Firdaus Kurniawan (Sekretaris Badan Kesbangpol), Kepala Kemenag PPU H. Muhammad Syahrir, serta Ketua FKUB Kaltim KH. Muhammad Rasyid. Hadir pula para tokoh lintas iman, pengurus FKUB kabupaten, serta perwakilan organisasi keagamaan se-PPU.
Di forum ini, moderasi beragama tak sekadar dikutip sebagai slogan. Ia dijabarkan sebagai strategi kebangsaan dalam mendorong ruang-ruang dialog, membongkar sekat-sekat eksklusivisme, dan membangun toleransi sebagai fondasi sosial yang kokoh.
Kalimantan Timur, sebagai salah satu gerbang Ibu Kota Negara (IKN), punya tantangan tersendiri. Mobilitas yang tinggi dan dinamika sosial yang cepat menuntut kesiapan mental-spiritual yang solid. Di tengah geliat pembangunan fisik IKN, pembangunan jiwa bangsa tak boleh luput dari perhatian.
Dalam bingkai itu, sosialisasi moderasi beragama menjadi semacam oase: pengingat bahwa pembangunan tanpa toleransi hanya akan menciptakan celah bagi konflik.
Karena Indonesia, sejak awalnya, bukan disatukan oleh keseragaman. Melainkan oleh kesepakatan untuk hidup dalam perbedaan yang dijaga bersama.