SUASANA Dusun Pringwedanan, Banguntapan, Bantul, tampak penuh warna pada Sabtu (6/9/2025). Warga kembali menggelar tradisi tahunan Merti Dusun, atau biasa disebut sedekah gede, sebagai ungkapan rasa syukur sekaligus penghormatan kepada leluhur.
Kirab budaya menjadi magnet utama. Warga dengan riang menampilkan gunungan hasil bumi, andong, kerawitan, bregada prajurit, hingga drumband anak-anak TK yang membuat suasana makin meriah.
Makna Filosofis: Syukur dan Kebersamaan
Wakil Bupati Bantul, Aris Suharyanta, yang hadir dalam acara itu, menegaskan bahwa Merti Dusun bukan sekadar pesta budaya, melainkan ruang refleksi bagi masyarakat.
“Inilah landasan yang harus kita pegang bersama, dengan menjaga budaya dan menumbuhkan harmoni dalam kebersamaan,” ujarnya.
Aris berharap tradisi ini diwariskan kepada generasi mendatang. Menurutnya, keberagaman adalah kekuatan dan kebersamaan adalah kunci untuk mewujudkan masyarakat yang maju, mandiri, dan berdaya saing.
Jejak Raden Mas Pringwedana
Merti Dusun juga menjadi sarana mengenang jasa Raden Mas Pringwedana, pendiri dusun yang membuka kawasan hutan Banguntapan pasca kejatuhan Yogyakarta ke tangan Inggris dalam Perang Sepoy 1812.
Ia dikenal sebagai pendukung Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825–1830) sebelum akhirnya menetap dan membuka lahan yang kini berkembang menjadi Dusun Pringwedanan.
“Semangat merti dusun ini sejalan dengan filosofi Bantul Bumi Satriya. Mari kita bangga meneladani sifat satria dari leluhur kita, menjunjung budi pekerti luhur, berani membela kebenaran, dan peduli pada sesama,” pesan Aris.
Identitas, Solidaritas, dan Harapan
Bagi warga, Merti Dusun bukan hanya seremoni tahunan. Tradisi ini adalah peneguh identitas, perekat solidaritas sosial, dan perwujudan cita-cita hidup harmonis.
Dengan pelestarian budaya seperti ini, Pringwedanan terus menunjukkan diri sebagai komunitas yang mandiri, berdaya, dan tak pernah lepas dari akar sejarah leluhur.