PANGGUNG besar untuk forum ratusan pegiat kerukunan dari seluruh Indonesia tengah disiapkan. Kementerian Agama, mematangkan panggung tersebut.
Dalam panggung itu, nantinya digelar untuk menggemakan kembali semangat kerukunan di tengah masyarakat.
Namun acara yang akan digelar awal Agustus 2025 ini, penyelenggaranya belum memastikan lokasi dan daftar undangan.
Dipastikan, acara nantinya bukan sekadar temu kangen tahunan. Ada langkah konkret mewujudkan kebineka tunggal ikaan.
Demikian itu sedang dimatangkan oleh para pejabat Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), saat rakor silatnas di Kemenag, Jakarta, kemarin.
“Kami ingin memperkuat jejaring kerukunan. Tidak bisa kerja sendiri-sendiri,” ujar Direktur PKUB, Wawan Djunaedi, terkait latar belakang acara yang akan dilaksanakan.
Pernyataan yang terdengar normatif, tapi di belakangnya menyimpan sinyal kuat bahwa negara sedang butuh kekuatan sipil yang mampu menjaga suhu sosial tetap adem.
Sejak digaungkan dalam RPJMN 2020-2024, program moderasi beragama telah menjadi mantra Kementerian Agama.
Ada diklat, pengarusutamaan, hingga jargon-jargon toleransi yang wara-wiri di baliho pemerintah daerah. Tapi apakah itu cukup?
Tak semua sepakat. Beberapa akademisi menyebut, program ini terlalu elitis dan belum menyentuh level komunitas.
Oleh karenanya, Forum pegiat kerukunan kali ini bisa jadi menjadi upaya koreksi jalur dalam mengajak orang-orang dari akar rumput, yang selama ini hanya jadi objek program.
Sedangkan terkait pilihan waktu bukan tanpa pertimbangan. Bulan Agustus adalah bulan simbolik. Kemerdekaan, persatuan, nasionalisme.
Di tahun 2025, Agustus juga bertepatan dengan menghangatnya dinamika sosial pasca transisi pemerintahan.
Forum pengiat kerukunan perlu mengurai isu sensitif yang bisa dengan mudah meletik jadi bara, seperti penolakan rumah ibadah, konflik tapal batas agama-adat, hingga ujaran kebencian digital.
Mengumpulkan ratusan pegiat kerukunan di bulan ini bisa dibaca sebagai upaya mendinginkan mesin sosial sebelum terjadi overheat.
Belum ada dokumen resmi yang memuat apa saja yang akan dibahas. Tapi bocoran dari lingkungan internal Kemenag menyebut beberapa poin yakni perumusan indikator baru kerukunan berbasis komunitas, sinergi dengan ormas, dan pembentukan semacam task force penanganan intoleransi kultural.
Bahwa toleransi tak bisa dibentuk lewat seminar, sudah lama jadi rahasia umum. Tapi negara seperti tak pernah bosan mencobanya. Dan Kemenag, sepertinya, belum kehilangan harapan.