Oleh: KM Rijal, Penggiat Media Sosial untuk Perdamaian dan Toleransi
YO, apa kabar, bro? Nama gue Rijal, anak muda Muslim yang lagi ngetik ini sambil ngopi di warung favorit deket masjid. Gue aktif banget di komunitas keagamaan gue, tapi juga sering ikut kegiatan bareng temen-temen dari agama lain. Dari pengalaman gue, anak muda kayak kita ini punya peran besar buat nyebarin narasi perdamaian dan toleransi di Indonesia.
Bayangin, Indonesia kita ini rumahnya keragaman, bro – ada ribuan suku, agama, dan budaya. Tapi, kadang masih ada drama konflik atau diskriminasi yang muncul di medsos atau berita. Nah, kita, generasi muda, bisa jadi game changer! Kita nggak cuma bisa duduk manis scroll X, tapi bisa action langsung buat bikin cerita positif tentang hidup bareng dalam perbedaan.
Gue mau cerita sedikit tentang pengalaman gue. Beberapa tahun lalu, gue ikut event festival seni di Bandung, diadain komunitas anak muda lintas agama. Gue dateng sebagai volunteer dari organisasi pemuda masjid, tapi di sana ketemu sama temen-temen Kristen, Hindu, Buddha, bahkan yang nggak beragama. Kita punya kesamaan: demen banget sama seni! Gue suka bikin mural, ada yang jago nari tradisional, dan ada yang main musik akustik.
Awalnya, jujur, gue agak kaku. Pikiran gue, “Wah, beda keyakinan, apa bakal nyambung?” Tapi pas kita kolab bikin mural bertema “Harmoni dalam Keberagaman”, semuanya cair. Kita ngobrol soal nilai-nilai hidup sambil makan pecel lele bareng. Dari situ, gue sadar: hobi itu jembatan kuat buat bikin kita saling respect. Nggak ada debat kusir soal agama, malah kita belajar dari satu sama lain. Hasilnya? Gue punya geng baru yang super diverse, dan kita sering bikin event bareng, kayak workshop anti-hoax buat anak muda.
Kenapa kita, anak muda, punya peran besar? Karena kita hidup di era digital, sob! Kita punya Instagram, TikTok, X, YouTube – semua itu senjata buat nyebarin pesan perdamaian. Kalau kita cuma scroll doang, narasi negatif bakal menang. Tapi kalau kita bikin konten keren, misalnya vlog “Sehari Bareng Temen Beda Agama” atau challenge #HarmoniChallenge di mana kita share cerita positif, itu bisa banget viral. Gue pernah post thread di X tentang pengalaman gue di festival seni itu, dan dapet ribuan likes plus komen dari anak muda di seluruh Indonesia. Ada yang bilang, “Keren, bro! Gue juga pengen ikutan!” Itu bukti kalau suara kita bisa bikin efek domino yang gede banget.
Sebagai Muslim muda yang aktif, gue yakin kita bisa jadi agen perdamaian yang kece. Nggak harus jadi ulama besar, cukup mulai dari komunitas kecil. Di masjid gue, gue ikut kelompok pemuda yang sering adain dialog lintas agama. Kita undang temen-temen dari gereja, vihara, atau pura buat ngobrol santai soal nilai universal kayak kasih sayang, keadilan, atau perdamaian. Gue inget banget pas kita bahas “Perdamaian dalam Ajaran Agama”. Gue share ayat dari Al-Quran, seperti Al-Hujurat ayat 13 yang bilang manusia diciptakan beragam supaya saling kenal. Temen Kristen gue share dari Alkitab, temen Hindu dari Weda. Hasilnya? Kita pulang dengan pikiran lebih terbuka. Ini bukan cuma teori, bro. Di Indonesia, udah ada banyak contoh kece kayak Gusdurian atau Youth Interfaith Forum. Mereka ngadain camp perdamaian di mana anak muda dari berbagai agama nginep bareng, main game, dan diskusi. Gue pernah ikut yang serupa, dan itu bikin gue sadar kalau perbedaan itu kayak warna pelangi – bikin hidup lebih indah.
Tapi, jujur, nggak semua mulus. Ada tantangan, sob. Kadang, orang tua atau lingkungan yang lebih konservatif suka khawatir kalau kita bergaul lintas agama. Gue pernah disemprot ibu gara-gara pulang malem dari event bareng temen Kristen. Di medsos juga, ada troll yang komen, “Jangan campur agama, ntar lupa iman!” Gimana ngatasinnya? Pertama, mulai dari kecil. Ajak temen deket yang punya hobi sama, kayak main futsal atau bikin konten TikTok. Dari situ, ajak ke event netral, misalnya konser musik atau festival budaya. Kedua, edukasi diri sendiri. Baca soal sejarah toleransi di Indonesia, kayak Pancasila atau kisah Gus Dur yang jadi inspirasi. Gue suka baca “Gus Dur: The Authorized Biography” buat nyemangatin diri. Ketiga, manfaatin medsos dengan bijak. Bikin grup WhatsApp atau Discord buat diskusi positif, dan report kalau ada hate speech.
Sekarang, gue kasih tips praktis buat kalian action. Pertama, jadi volunteer di organisasi kayak Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) atau Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di daerah kalian. Mereka sering adain kegiatan seru buat anak muda, kayak seminar atau workshop. Mulai dari yang deket rumah biar gampang. Kedua, gunain hobi kalian! Kalau suka fotografi, bikin project “Wajah Toleransi Indonesia” – foto orang-orang beda agama yang lagi asik bareng, terus upload ke IG dengan hashtag #PeaceYouthID. Kalau suka gaming, bikin tim esports yang beragam dan ikut turnamen sambil promoin pesan toleransi. Ketiga, kalau kalian aktif di masjid, gereja, atau tempat ibadah lain, usulin program interfaith. Misalnya, open house pas Idul Fitri atau Natal, undang tetangga beda agama buat makan bareng. Gue pernah ngadain open house di masjid pas Idul Adha, ngundang tetangga Hindu dan Kristen. Mereka balik ngundang gue pas hari raya mereka. Rasanya? Subhanallah, brotherhood level max!
Jangan lupa, toleransi itu nggak cuma soal agama besar. Indonesia punya ribuan kepercayaan asli, kayak Kaharingan atau Sunda Wiwitan. Kita harus respect mereka juga. Gue pernah ikut festival budaya di Kalimantan, belajar dari temen Kaharingan soal hubungan manusia dan alam. Itu bikin gue lebih menghargai keragaman kita.
Sobat, bayangin kalau semua anak muda Indonesia gerak bareng. Narasi kita bakal berubah dari konflik jadi cerita inspiratif. Indonesia bisa jadi contoh dunia soal toleransi. Ingat kata Rasulullah SAW, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” Versi anak muda: “Bersama kita kece, sendiri kita kese!” Yuk, mulai hari ini. Ajak satu temen beda agama buat nongkrong bareng, atau post sesuatu positif di X. Gue yakin, kalian bisa bikin perubahan!
Oh ya, tantangan lain: politik kadang suka manfaatin isu agama buat pemilu atau konflik. Kita harus pinter, jangan kepancing. Selalu cek fakta sebelum share berita. Pakai tools kayak Google Fact Check atau cek situs resmi pemerintah. Gue pernah hampir share hoax soal konflik agama, untung dicek dulu. Selain itu, kalau kalian di kampus, usulin klub interfaith. Gue dulu bikin klub kayak gitu, dan sekarang udah jadi event tahunan yang ditunggu-tunggu.
Buat yang baru mulai, coba belajar online dulu. Ada kursus gratis di Coursera atau YouTube soal peacebuilding. Cari channel kayak “TED Talks on Tolerance” – inspiratif banget! Kalau mau diskusi, join komunitas virtual kayak Reddit r/Indonesia atau grup FB “Anak Muda Toleran”. Di sana, kalian bisa ngobrol bebas tanpa takut di-judge.
Terakhir, jadi aktor aktif nggak berarti harus jadi aktivis 24/7. Cukup mulai dari lingkaran kecil kalian – temen, keluarga, komunitas. Dari situ, efeknya bakal nge-snowball. Indonesia butuh kalian, sob! Yuk, kita bikin narasi perdamaian yang bikin orang bilang, “Wow, anak muda Indonesia emang beda!” Share cerita kalian di kolom komentar atau DM gue, biar kita kolab bikin gerakan lebih besar. Salam damai, bro!